Kamis, 30 Juni 2011

Ahlusunnah Waljamaah Dalam Lintas Sejarah (Bagian 2-Habis)

Lanjutan : Ahlusunnah Waljamaah Dalam Lintas Sejarah 
Oleh : Khoirul Hafidz Fanani)*

Lahirnya Ahlussunnah Wal-Jama'ah
Di sini mungkin ada yang bertanya, apabila nama-nama aliran Khawarij, Saba'iyah, Murji'ah, Jabariyah, Jahmiyah, Mu'tazilah ( lahir bersamaan dengan munculnya aliran tersebut, lalu kapan munculnya nama Ahlussunnah Wal-Jama'ah? Sebagian kalangan berasumsi bahwa nama Ahlussunnah Wal-Jama'ah muncul pada masa imam madzhab yang empat. Ada pula yang berasumsi muncul pada masa al-Imam al-Asy'ari dan al-Maturidi. Dan ada pula yang berasumsi bahwa nama tersebut muncul pada sekitar abad ketujuh Hijriah.6[1] Tentu saja semua asumsi ini keliru dan tidak memiliki landasan ilmiah yang dapat dipertanggung-jawabkan.

Berdasarkan data kesejarahan yang ada, setelah terjadinya fitnah pada masa Khalifah Utsman bin Affan, kemudian aliran-aliran yang menyimpang dari ajaran Islam yang murni bermunculan satu demi satu pada akhir generasi sahabat Nabi saw, seperti aliran Khawarij, Murji'ah, Saba'iyah (Syi'ah) dan Qadariyah, maka istilah Ahlussunnah Wal-Jama'ah mulai populer sebagai nama bagi kaum Muslimin yang masih setia pada ajaran Islam yang murni dan tidak terpengaruh dengan ajaran-ajaran baru. Hal ini dapat kita buktikan dengan memperhatikan beberapa riwayat yang menyebutkan bahwa istilah Ahlussunnah Wal-Jama'ah diriwayatkan dari sahabat Nabi saw generasi junior (shighar al-shahabah) seperti Ibn Abbas, Ibn Umar dan Abi Sa'id al-Khudri y. Misalnya Ibn Abbas t (3 SH-68 H/619-688 M) berkata:
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ t في قَوْلِهِ تَعَالى : يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوْهٌ (سورة : آل عمران: 106)، فَأَمَّا الَّذِيْنَ ابْيَضَّتْ وُجُوْهُهُمْ فَأَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَأُولُو الْعِلْمِ، وَأَمَّا الَّذِيْنَ اسْوَدَّتْ وُجُوْهُهُمْ فَأَهْلُ الْبِدَعِ وَالضَّلاَلَةِ.
"Ibn Abbas t berkata ketika menafsirkan firman Allah: "Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram.” (QS. Alu-Imram : 106). "Adapun orang-orang yang wajahnya putih berseri, adalah pengikut Ahlussunnah Wal-Jama'ah dan orang-orang yang berilmu. Sedangkan orang-orang yang wajahnya hitam muram, adalah pengikut bid'ah dan kesesatan." 7[2]

Pada masa generasi tabi'in dan ulama salaf sesudahnya, istilah Ahlussunnah Wal-Jama'ah semakin populer dan dibicarakan oleh ulama-ulama terkemuka, seperti Khalifah yang saleh, Umar bin Abdul Aziz (61-101 H/681-720 M), 8[3] al- -Imam al-Hasan bin Yasar al-Bashri (21-110 H/642-729 M), 9[4] al-Imam Muhammad bin Sirin (33-110 H/654-729 M), 10[5]al-Imam Sufyan bin Sa’id al-Tsauri (97-161 H/715-778 M), 11[6] al-Imam Imam Malik bin Anas (93-179 H/712-795 M), 12 pendiri madzhab Maliki, dan lain-lain.

Di sini mungkin ada yang bertanya, apabila istilah Ahlussunnah Wal-Jama'ah itu populer pada akhir masa generasi sahabat, lalu siapakah yang menjadi obyek dalam istilah tersebut? Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita melihat penjelasan ulama salaf seputar istilah Ahlussunnah Wal-Jama'ah ini. Beberapa ulama salaf, mengatakan bahwa Ahlussunnah adalah mereka yang hanya memiliki hubungan dengan sunnah Nabi saw. Mereka bukan pengikut Jahmiyah, Qadariyah, Rafidhah (Syi'ah), dan aliran-aliran sesat lainnya.

Al-Imam Malik bin Anas, ketika ditanya tentang siapa Ahlussunnah, dia mengatakan, "Ahlussunnah adalah golongan yang tidak memiliki nama yang khusus seperti nama Jahmiyah, Qadariyah, Rafidhah dan sesamanya."13[7]

Berangkat dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada masa periode salaf, istilah Ahlussunnah Wal-Jama'ah dijadikan nama bagi umat Islam yang mengikuti sunnah Nabi e dan ajaran para sahabat. Istilah tersebut menjadi nama bagi kaum Muslimin yang bersih dari ajaran-ajaran baru yang menjadi tren aliran Syi'ah, Khawarij, Qadariyah, Jahmiyah, Murji'ah dan lain-lain. Dari sini dapat dikatakan, bahwa Ahlussunnah Wal-Jama'ah merupakan kelangsungan yang alami dari kaum Muslimin generasi pertama yang mengikuti dan menerapkan ajaran Nabi saw dalam prinsip-prinsip dan hukum-hukum keagamaan.

Kita tidak akan mampu memastikan sejak kapan titik permulaan ajaran Ahlussunnah Wal-Jama'ah itu, kecuali apabila kita mengatakan bahwa titik permulaan ajarannya adalah titik permulaan ajaran Islam itu sendiri.14[8] Ahlussunnah Wal-Jama'ah adalah aliran yang asli dalam Islam, sedangkan aliran-aliran lain adalah sempalan-sempalan yang menyimpang dari aliran yang asli tersebut.

Di sisi lain, istilah Ahlussunnah Wal-Jama'ah ini memiliki dua sasaran obyek yang berbeda. Pertama, istilah Ahlussunnah Wal-Jama'ah dalam konteks yang bersifat umum, yaitu menjadi nama bagi mereka yang bukan pengikut aliran Rafidhah (Syi'ah). Dalam konteks ini, aliran-aliran yang berseberangan dengan Syi'ah dapat dikatakan sebagai pengikut Ahlussunnah Wal-Jama'ah seperti aliran Mu'tazilah, Murji'ah, Karramiyah, Wahhabi dan lain-lain. Kedua, istilah Ahlussunnah Wal-Jama'ah dalam konteks yang bersifat khusus, yaitu menjadi nama bagi mereka yang mengikuti ajaran Nabi saw dan sahabat secara penuh. Dalam konteks ini, aliran-aliran yang menyimpang dari ajaran Nabi saw dan sahabat tidak dapat dikatakan Ahlussunnah Wal-Jama'ah seperti Mu'tazilah, Murji'ah, Karramiyah, Wahhabi, Syi'ah dan lain-lain. Aliran yang dapat dikatakan Ahlussunnah Wal-Jama'ah adalah, aliran yang dalam bidang fiqih mengikuti salah satu madzhab yang empat dan dalam bidang akidah mengikuti madzhab al-Asy'ari dan al-Maturidi.15[9]

*)Penulis adalah Wakil Katib Syuriyah PCNU Kab. Malang



6 Mushthafa al-Syak'ah, Islam bila Madzahib hal. 281.
7Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim dalam al-Tafsir  juz 3 hal. 124; Abu Nashr dalam al-Ibanah, al-Khathib dalam Tarikh Baghdad juz 3 hal. 334, al-Lalika'i dalam Syarh Ushul I'tiqd Ahl al-Sunnah juz 1 hal. 90, Ibn Katsir dalam al-Tafsir juz 2 hal. 92 dan al-Suyuthi dalam al-Durr al-Mantsur juz 2 hal. 407.
6 Mushthafa al-Syak'ah, Islam bila Madzahib hal. 281.
7Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim dalam al-Tafsir  juz 3 hal. 124; Abu Nashr dalam al-Ibanah, al-Khathib dalam Tarikh Baghdad juz 3 hal. 334, al-Lalika'i dalam Syarh Ushul I'tiqd Ahl al-Sunnah juz 1 hal. 90, Ibn Katsir dalam al-Tafsir juz 2 hal. 92 dan al-Suyuthi dalam al-Durr al-Mantsur juz 2 hal. 407.

8Al-Hafizh Abu Nu’aim, Hilyat al-Auliya’, juz 5 hal. 346.
9 Sunan al-Darimi, hadits nomor 218.
10 Mushthafa al-Syak'ah, Islam bila Madzahib hal. 281.
12 Ibn al-Jauzi, Talbis Iblis, hal. 25.
13 Al-Hafizh Ibn 'Abdil Barr, al-Intiqa' fi Fadhail al-A'immah al-Tsalatsah al-Fuqaha', hal. 35.
14 Mushthafa Hilmi, Nizham al-Khilafah fi al-Fikr al-Islami hal. 292.
15 Jalal Musa, Nasy'at al-Asy'ariyyah wa Tathawwuruha hal. 14.

0 comments:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungan Dan Komentar Rekan-Rekanita Sekalian.