Lanjutan : Ahlusunnah Waljamaah Dalam Lintas Sejarah
Oleh : Khoirul Hafidz Fanani)*
Oleh : Khoirul Hafidz Fanani)*
Lahirnya Ahlussunnah Wal-Jama'ah
Di sini mungkin ada yang bertanya, apabila nama-nama
aliran Khawarij, Saba'iyah, Murji'ah, Jabariyah, Jahmiyah, Mu'tazilah ( lahir bersamaan dengan munculnya aliran tersebut, lalu kapan
munculnya nama Ahlussunnah Wal-Jama'ah? Sebagian kalangan berasumsi
bahwa nama Ahlussunnah Wal-Jama'ah muncul pada masa imam madzhab yang
empat. Ada pula yang berasumsi
muncul pada masa al-Imam al-Asy'ari dan al-Maturidi. Dan ada pula yang
berasumsi bahwa nama tersebut muncul pada sekitar abad ketujuh Hijriah.6[1]
Tentu saja semua asumsi ini keliru dan tidak memiliki landasan ilmiah yang
dapat dipertanggung-jawabkan.
Berdasarkan data
kesejarahan yang ada, setelah terjadinya fitnah pada masa Khalifah Utsman bin
Affan, kemudian aliran-aliran yang menyimpang dari ajaran Islam yang murni
bermunculan satu demi satu pada akhir generasi sahabat Nabi saw, seperti aliran Khawarij, Murji'ah,
Saba'iyah (Syi'ah) dan Qadariyah, maka istilah Ahlussunnah Wal-Jama'ah mulai
populer sebagai nama bagi kaum Muslimin yang masih setia pada ajaran Islam yang
murni dan tidak terpengaruh dengan ajaran-ajaran baru. Hal ini dapat kita
buktikan dengan memperhatikan beberapa riwayat yang menyebutkan bahwa istilah Ahlussunnah
Wal-Jama'ah diriwayatkan dari sahabat Nabi saw generasi junior (shighar al-shahabah) seperti Ibn
Abbas, Ibn Umar dan Abi Sa'id al-Khudri y. Misalnya
Ibn Abbas t (3 SH-68 H/619-688 M) berkata:
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ t في
قَوْلِهِ تَعَالى : يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوْهٌ (سورة : آل عمران: 106)، فَأَمَّا الَّذِيْنَ ابْيَضَّتْ
وُجُوْهُهُمْ فَأَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَأُولُو الْعِلْمِ، وَأَمَّا
الَّذِيْنَ اسْوَدَّتْ وُجُوْهُهُمْ فَأَهْلُ الْبِدَعِ وَالضَّلاَلَةِ.
"Ibn Abbas t berkata ketika menafsirkan firman Allah: "Pada
hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang
hitam muram.” (QS. Alu-Imram : 106). "Adapun orang-orang yang wajahnya
putih berseri, adalah pengikut Ahlussunnah Wal-Jama'ah dan orang-orang yang
berilmu. Sedangkan orang-orang yang wajahnya hitam muram, adalah pengikut
bid'ah dan kesesatan." 7[2]
Pada masa generasi tabi'in dan ulama salaf sesudahnya,
istilah Ahlussunnah Wal-Jama'ah semakin populer dan dibicarakan oleh
ulama-ulama terkemuka, seperti Khalifah yang saleh, Umar bin Abdul Aziz (61-101
H/681-720 M), 8[3] al- -Imam al-Hasan bin Yasar al-Bashri (21-110 H/642-729
M), 9[4] al-Imam Muhammad bin Sirin (33-110 H/654-729 M), 10[5]al-Imam
Sufyan bin Sa’id al-Tsauri (97-161 H/715-778 M), 11[6] al-Imam Imam Malik bin Anas (93-179 H/712-795 M), 12 pendiri
madzhab Maliki, dan lain-lain.
Di sini mungkin ada yang bertanya, apabila istilah Ahlussunnah
Wal-Jama'ah itu populer pada akhir masa generasi sahabat, lalu siapakah
yang menjadi obyek dalam istilah tersebut? Untuk menjawab pertanyaan
ini, marilah kita melihat penjelasan ulama salaf seputar istilah Ahlussunnah
Wal-Jama'ah ini. Beberapa ulama salaf, mengatakan bahwa Ahlussunnah
adalah mereka yang hanya memiliki hubungan dengan sunnah Nabi saw. Mereka bukan pengikut Jahmiyah,
Qadariyah, Rafidhah (Syi'ah), dan aliran-aliran sesat lainnya.
Al-Imam
Malik bin Anas, ketika ditanya tentang siapa Ahlussunnah, dia
mengatakan, "Ahlussunnah adalah golongan yang tidak memiliki nama yang
khusus seperti nama Jahmiyah, Qadariyah, Rafidhah dan sesamanya."13[7]
Berangkat dari pemaparan di atas,
dapat disimpulkan bahwa pada masa periode salaf, istilah Ahlussunnah
Wal-Jama'ah dijadikan nama bagi umat Islam yang mengikuti sunnah Nabi e dan
ajaran para sahabat. Istilah tersebut menjadi nama bagi kaum Muslimin yang
bersih dari ajaran-ajaran baru yang menjadi tren aliran Syi'ah, Khawarij,
Qadariyah, Jahmiyah, Murji'ah dan lain-lain. Dari sini dapat dikatakan, bahwa Ahlussunnah
Wal-Jama'ah merupakan kelangsungan yang alami dari kaum Muslimin generasi
pertama yang mengikuti dan menerapkan ajaran Nabi saw dalam prinsip-prinsip dan hukum-hukum keagamaan.
Kita tidak akan mampu memastikan sejak kapan
titik permulaan ajaran Ahlussunnah Wal-Jama'ah itu, kecuali apabila kita
mengatakan bahwa titik permulaan ajarannya adalah titik permulaan ajaran Islam
itu sendiri.14[8] Ahlussunnah Wal-Jama'ah adalah aliran yang
asli dalam Islam, sedangkan aliran-aliran lain adalah sempalan-sempalan yang
menyimpang dari aliran yang asli tersebut.
Di
sisi lain, istilah Ahlussunnah Wal-Jama'ah ini memiliki dua sasaran
obyek yang berbeda. Pertama, istilah Ahlussunnah Wal-Jama'ah
dalam konteks yang bersifat umum, yaitu menjadi nama bagi mereka yang bukan
pengikut aliran Rafidhah (Syi'ah). Dalam konteks ini, aliran-aliran yang
berseberangan dengan Syi'ah dapat dikatakan sebagai pengikut Ahlussunnah
Wal-Jama'ah seperti aliran Mu'tazilah, Murji'ah, Karramiyah, Wahhabi dan
lain-lain. Kedua, istilah Ahlussunnah Wal-Jama'ah dalam konteks
yang bersifat khusus, yaitu menjadi nama bagi mereka yang mengikuti ajaran Nabi
saw dan
sahabat secara penuh. Dalam konteks ini, aliran-aliran yang menyimpang dari
ajaran Nabi saw dan sahabat tidak
dapat dikatakan Ahlussunnah Wal-Jama'ah seperti Mu'tazilah, Murji'ah,
Karramiyah, Wahhabi, Syi'ah dan lain-lain. Aliran yang dapat dikatakan Ahlussunnah
Wal-Jama'ah adalah, aliran yang dalam bidang fiqih mengikuti salah satu
madzhab yang empat dan dalam bidang akidah mengikuti madzhab al-Asy'ari dan
al-Maturidi.15[9]
*)Penulis adalah Wakil Katib Syuriyah PCNU Kab. Malang
7Hadits
ini diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim dalam al-Tafsir juz 3 hal. 124; Abu Nashr dalam al-Ibanah,
al-Khathib dalam Tarikh Baghdad juz 3 hal. 334, al-Lalika'i dalam Syarh
Ushul I'tiqd Ahl al-Sunnah juz 1 hal. 90, Ibn Katsir dalam al-Tafsir
juz 2 hal. 92 dan al-Suyuthi dalam al-Durr al-Mantsur juz 2 hal. 407.
6
Mushthafa al-Syak'ah, Islam bila Madzahib hal. 281.
7Hadits
ini diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim dalam al-Tafsir juz 3 hal. 124; Abu Nashr dalam al-Ibanah,
al-Khathib dalam Tarikh Baghdad juz 3 hal. 334, al-Lalika'i dalam Syarh
Ushul I'tiqd Ahl al-Sunnah juz 1 hal. 90, Ibn Katsir dalam al-Tafsir
juz 2 hal. 92 dan al-Suyuthi dalam al-Durr al-Mantsur juz 2 hal. 407.